SEKILAS INFO
: - Jumat, 13-09-2024
  • 3 bulan yang lalu / TELAH DI BUKA !! PPDB GELOMBANG 2 PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PAUD & SD IT ULUL ALBAAB KOTA BENGKULU 2024/2025 PROGRAM UNGGULAN YANG DILAKSANAKAN MULAI DARI PEMBIASAAN IBADAH, TAHFIDZ ALQUR’AN, BAHASA ARAB, BAHASA INGGRIS, BERKEBUN, MEMASAK, KERAJINAN TANGAN, CAMPING & OUTBOUND, SELLING DAY DAN MASIH BANYAK LAINYA … !
  • 3 bulan yang lalu / SEGERA DAFTARKAN ANANDA DI SEKOLAH ISLAM TERPADU ULUL ALBAAB !!
  • 3 bulan yang lalu / TELAH DI BUKA !! PPDB GELOMBANG 2  PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PAUD & SD IT ULUL ALBAAB KOTA BENGKULU 2024/2025
Kerja Sama Orang Tua dan Sekolah Ciptakan Keberhasilan Pendidikan Anak

Oleh: Septri Widiono

Pengurus Yayasan Insan Ulul Albaab Bengkulu

Pada dasarnya pendidikan anak adalah tanggung jawab penuh orang tua. Orang tua wajib memberikan pengasuhan dan pendidikan yang baik. Betapapun sibuknya orang tua, perkembangan anak tidak dapat diabaikan begitu saja. Di pundak orang tua-lah, anak ini akan menjadi apa ketika dewasa nanti.

Dalam ajaran Islam terdapat perintah kepada orang tua untuk menjaga diri dan anggota keluarga dari siksa api neraka. Dorongan agama ini menegaskan bahwa pendidikan anak mutlak terletak di pundak orang tua. Ditegaskan pula bahwa sesungguhnya anak itu terlahir dalam keadaan fitrah atau suci yaitu sebagai seorang Muslim. Kedua orang tuanya-lah yang menentukan, apakah akan menjadi Yahudi atau Nasrani.

Namun dewasa ini terdapat gejala orang tua menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak kepada sekolah. Terlebih lagi pada sekolah swasta dimana biaya pendidikannya mahal. Ada kesan anak dibiarkan begitu saja bila sudah didaftarkan di sekolah. Pendek kata, dengan membayar sejumlah uang tertentu, mereka beranggapan sudah cukup untuk menjadikan anak-anaknya memiliki ilmu pengetahuan dan karakter generasi terdidik.

Memang benar di Sekolah Islam Terpadu, anak-anak diberikan pendidikan terintegrasi antara sains dan tsaqofah Islam. Jam belajarnya cukup lama bahkan pada sistem sekolah boarding, anak-anak belajar penuh di lingkungan sekolah. Bentuk pembelajarannya terjadi dalam suasana Islami. Anak-anak dibiasakan menjalankan sholat fardhu dan sunnah, membaca dan menghafalkan Al-Quran, bertutur kata santun, dan lain sebagainya. Guru-gurunya juga memiliki kesabaran level tinggi.

Anggapan yang muncul bahwa sekolah sudah cukup untuk membentuk anak-anak yang cerdas dan memiliki karakter yang baik karena berbagai kelebihan itu, nyatanya tidak benar. Pertama, durasi anak berada dalam lingkungan sekolah lebih sedikit dibandingkan waktu yang dialokasikan oleh anak untuk bermain di lingkungan keluarga dan masyarakat, kecuali sekolah menggunakan sistem boarding. Sekolah Islam Terpadu kebanyakan tidak menerapkan sistem ini.

Kedua, karakter anak yang dititipkan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah beraneka ragam. Bagi anak-anak yang memiliki kondisi psikologis tenang dan menyukai aktivitas belajar, tentu lebih mudah mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Akan tetapi bagi anak-anak dengan potensi kinestetik besar atau lemah konsentrasi, akan lebih sulit. Baginya belajar adalah kegiatan yang membosankan.

Ketiga, terkait dengan karakter anak di sekolah, anak sudah mendapatkan pengaruh pendidikan di dalam keluarganya. Kita tidak dapat memastikan pola mendidik anak di dalam keluarga itu apakah sudah benar atau belum. Kekeliruan orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak di keluarga sering menambah permasalahan belajar anak di sekolah. Anak memperlihatkan sifat malas belajar. Bahkan dalam beberapa kasus dijumpai anak dengan karakter ganda. Anak terlihat baik ketika di rumah tetapi di sekolah menjadi masalah. Hal sebaliknya dapat juga terjadi.

Keempat, belum seirama antara pola pendidikan anak ketika di sekolah dan di rumah. Di sekolah katakanlah anak-anak mampu mengikuti sistem pendidikan yang Islami sehingga anak-anak merasa nyaman. Di sekolah anak dibiasakan sholat sunnah dan fardhu secara berjamaah, tilawah Al Quran, menghafalkannya, belajar sains dan lain sebagainya. Pertanyaannya, sudahkan di rumah anak menerapkan pola belajar yang sama dengan sekolah? Atau paling tidak mendekati sama? Belum lagi lingkungan bermain anak-anak di rumah, tentu akan semakin membuat adanya perbedaan yang lebar antara pola belajar di sekolah dan di rumah.

Sebenarnya anak-anak tidak perlu bersekolah apabila di rumah sudah mendapatkan pendidikan yang benar sesuai akidah Islam. Selain itu juga berpandangan jauh ke depan untuk mempersiapkan anak agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman. Namun kenyataannya, orang tua tidak mampu melakukan hal itu melalui pendidikan di rumah. Berbeda dengan dengan zaman dahulu, pendidikan terjadi langsung di dalam lingkungan keluarga luasnya sudah cukup menghadapi tantangan zaman. Saat ini ilmu pengetahuan terus berkembang dan itu terjadi di luar keluarga. Oleh sebab itu, anak-anak belajar di sekolah sudah menjadi keharusan.

Pada sisi lain, pendidikan di sekolah nyaris akan menemui kegagalan apabila tanpa dukungan orang tua. Untuk itu dituntut kerja sama antara orang tua dan sekolah. Pertama, selalu mendampingi anak ketika belajar di rumah. Kedua, menunjukkan kepada anak bahwa orang tua selalu memperhatikan perkembangan belajar anak. Misalnya, menanyakan pelajaran apa saja yang sudah diperoleh dari sekolah atau menanyakan tugas-tugas dari guru.

Ketiga, menginformasikan kepada guru mengenai sifat-sifat anak, kelebihan dan kekurangan, kendala belajar dan sebagainya. Informasi ini sangat membantu guru dalam melakukan assessment di kelas. Keempat, berkomunikasi dengan sekolah mengenai perkembangan belajar anak. Dalam hal ini orang tua harus lebih perhatian terhadap kemajuan pencapaian belajar anak. Apakah ada kemajuan yang belum memuaskan orang tua? Sampaikan kepada guru dengan cara yang baik.

Kelima, menciptakan lingkungan belajar yang seirama dengan sekolah. Di sekolah anak mendapatkan pendidikan yang Islami. Tentu saja pendidikan di rumah harus Islami. Memang tidak mudah, tetapi bila menginginkan anak mengalami kemajuan yang memuaskan, itulah kuncinya. Orang tua juga harus bersedia memperbaiki dirinya. Lagi-lagi, komunikasikan dengan sekolah mengenai hal-hal apa saja yang mesti dikondisikan di rumah.

Keenam, terakhir tetapi bukan ini saja, yaitu keteladanan. Contoh orang tua jauh lebih mengena ketimbang perintah-perintah kepada anak. Anak-anak memang tetap diajarkan mematuhi orang tua melalui perintah. Namun contoh nyata berupa tindakan berarti memperjelas perintah. Bagi anak contoh nyata dari orang tua akan dipahami sebagai bentuk konsistensi antara perkataan dan perbuatan orang tua.

Kembali lagi pada hukum asal pendidikan anak, yaitu orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab. Kerja sama yang baik seperti ini tak lain dan tak bukan merupakan upaya mewujudkan tanggung jawab itu. Anak menjadi tabungan di dunia dan akhirat. Pendidikan anak bukanlah beban melainkan investasi yang menghasilkan keuntungan bagi anak-anak dan orang tua. [SW]

TINGGALKAN KOMENTAR

Join Us on FB